Translate

Minggu, 27 Maret 2016

ATURAN KEPEMILIKAN HARTA DALAM RUMAH TANGGA



   Berbicara tentang hak wanita dalam Islam, maka kita berbicara tentang agama yang memperlakukan wanitanya dengan penuh hormat, ajaran yang belum pernah ada dalam keyakinan lain sebelumnya. Maka bersyukurlah kita semua adalah bagian dari yang dimuliakan tersebut.

   Dalam Islam, kepemilikan dianggap sebagai suatu hal yang penting sebab dapat mendorong semangat bekerja dan produktivitas dalam memakmurkan bumi, bahkan merupakan dasar asasi dalam transaksi. (QS. Ali Imran:14).

   Adapun aturan-aturan yang telah ditetapkan Islam dalam pemilikan harta dalam rumah tangga muslim dapat kita lihat berikut ini.

1. Hak Milik (Kepemilikan) Pada Hakikatnya Bersifat Relatif dan Sementara

   Hendaknya anggota rumah tangga muslim meyakini bahwa kepemilikan atas harta sebagai amanah itu bersifat sementara dan akan berakhir jika ajal tiba. Harta akan berpindah kepada para ahli waris yangtelah Allah tetapkan.

“Berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya” (QS. Al-Hadid:7).

“Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan semua orang yang ada di atasnya, dan hanya kepada Kamilah mereka dikembalikan.” (QS.Maryam: 40).


   Dengan aturan-aturan tersebut seorang muslim akan menggunakan hak milik yang sementara itu untuk mencapai kehidupan abadi yang bahagia. Bahkan aturan itu pun akan menjadikan pemilikan sebagai sarana yang dapat memberikan semangat tambahan bagi seorang muslim, istri dan anak-anaknya dalam menyembah Allah, sebab sebaik-baik harta itu berada pada tangan orang yang saleh. Di sisi lain, aturan tersebut tidak menghalangi seorang muslim, istri dan anak-anaknya untuk memanfaatkan harta pada hal-hal kebaikan dan menjadikan harta itu hanya pada tangan mereka, bukan pada hatinya.

2. Perlu Pemisahan Jelas Harta Suami dari Harta Istri

   Telah diterangkan bahwa Islam memberikan hak kepada wanita, seperti hak pemilikan, hak untuk usaha dan hak waris. Sehingga seorang suami tidak boleh mengambil harta istrinya kecuali dengan cara yang baik. Istri memiliki kebebasan untuk memiliki dan bertanggung jawab atas keuangan pribadinya dan berhak mengatur sendiri hartanya.

   Dengan hak atas hartanya, seorang istri berkewajiban mengeluarkan zakat dan ia boleh berhibah atau berwasiat dengan hartanya. Meskipun demikian, hendaknya harta yang dimilikinya itu tidak menjadikannya durhaka dan akhlaqnya rusak sehingga rumah tangganya hancur. Hal ini dikuatkan oleh hadits Nabi tentang memilih calon istri yang menunjukkan bahwa kaum wanita sebelum menikah pun berkesempatan untuk memiliki harta baik karena warisan, hibah maupun hasil usahanya:

“Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, sebab kecantikan itu akan hilang. Dan janganlah kamu menikahi wanita karena hartanya, sebab harta itu akan membuat mereka durhaka. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya, sebab wanita yang hitam dan beragama itu lebih baik daripada yang tidak beragama.” (HR. Ibnu Majah).

“Wanita itu dinikahi karena empat perkara; karena hartanya, kedudukannya, kecantikannya dan agamanya. Maka pilihlah wanita beragama. Niscaya pilihanmu tepat.” (HR. Bukhari).

Macam Kepemilikan Harta bagi Wanita dalam Islam

Mahar

   Mahar merupakan sesuatu yang diberikan suami kepada isteri berupa harta atau bentuk lainnya sebagai salah satu syarat dalam pernikahan. Mahar atau disebut juga dengan mas kawin diterangkan di dalam Alquran.

“Dan berikanlah mahar (mas kawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.” (QS. An-Nisaa’:4)

   Mahar (mas kawin) merupakan hak seorang wanita yang harus dipenuhi oleh lelaki yang akan menikahinya. Mahar menjadi hak milik seorang isteri dan tidak boleh siapapun mengambilnya, entah ayahnya atau pihak lainnya, kecuali bila isteri ridha memberikan mahar tersebut kepada siapa yang memintanya.

Nafkah

   Secara bahasa ﺍﻟﻨﻔﻘﺔ (nafkah) artinya sesuatu yang dibelanjakan sehingga habis tidak tersisa. Sedangkan secara istilah syari’at artinya; mencukupi kebutuhan siapapun yang ditanggungnya, baik berupa makanan, minuman pakaian, atau tempat tinggal. Seorang laki-laki jika menikahi seorang wanita, maka wajib baginya memberinya nafkah, hal ini didasari oleh beberapa hal:

-Allah berfirman:

ﻭﻟﻬﻦ ﻣﺜﻞ ﺍﻟﺬﻱ ﻋﻠﻴﻬﻦ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ

‘’Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya dengan cara yang ma’ruf.’’ (QS.Al-Baqarah 228)

   Ibnu Katsir berkata,’’maksudnya, para istri mempunyai hak diberi nafkah oleh suaminya yang seimbang dengan hak suami yang diberikan oleh istrinya, maka hendaklah masing- masing menunaikan kewajibannya dengan cara yang makruf, dan hal itu mencakup kewajiban suami memberi nafkah istrinya, sebagaimana hak- hak lainnya .’’ (Tafsir al-Qur’anil Adhim 1/272)

- Rasulullah bersabda;

ﻭﻟﻬﻦ ﻋﻠﻴﻜﻢ ﺭﺯﻗﻬﻦ ﻭﻛﺴﻮﺗﻬﻦ ﺑﺎﻟﻤﻌﺮﻭﻑ

‘’Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rizki dan pakaian (nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (wahai para suami).’’ (HR. Muslim 2137).

Hibah dan Wasiat

   Harta Pemberian (Hibah) adalah harta yang diberikan oleh seseorang secara cuma-cuma pada masa hidupnya. (Ibnu Qudamah, al Mughni, Beirut, Daar al Kitab al Arabi, : 6/246)

   Pemberian-pemberian sebelum meninggal dunia disebut dengan hibah, bukan warisan. Pemberian yang diberikan dalam keadaan sakit berat yang biasanya menyebabkan seseorang meninggal dunia, seperti gagal ginjal, atau mengalami kecelakaan maut di jalan tol. Atau ketika dalam keadaan sakaratul seseorang memberikan sesuatu kepada saudaranya, maka tidak disebut dengan hibah karena dalam keadaan sakaratul maut. Jumhur ulama’ mengatakan “ini adalah wasiat”. Tapi kalau sudah meninggal dunia maka disebut dengan “warisan”. Hibah (pemberian) itu sah jika diberikan seseorang dalam keadaan sehat wal afiat.
Warisan

   Allah telah mensyariatkan warisan untuk menjadi sarana pemindahan pemilikan dari suatu generasi ke generasi lain. Allah telah membatasi dan menentukan bagian-bagian ahli waris, lelaki dan wanita, agar salah satu dari keduanya tidak berbuat jahat terhadap yang lain. Allah swt. berfirman:

“Bagi laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, dan bagi wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu bapak dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak menurut bahagian yang telah ditetapkan”. (QS. An-Nisa: 7)

   Aturan Islam tentunya berpengaruh besar dalam menganjurkan umatnya untuk bekerja, meninggalkan warisan untuk anak-anaknya serta mengikat satu generasi dengan generasi lainnya secara kontinyu. Di samping itu, Islam mengharamkan pengubahan sistem waris berdasarkan hukum-hukum Allah.

Sumber: (www.hambaallah.net/2015/05/aturan-kepemilikan-harta-dalam-rumah.html)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar